Efek samping obat insomnia seringkali menjadi perhatian bagi seseorang yang mengandalkan obat ini untuk mengatasi masalah tidur. Padahal, penggunaannya dapat membawa berbagai macam efek samping yang perlu diwaspadai.
Obat insomnia memang menawarkan solusi jangka pendek bagi penderita masalah tidur. Namun, konsekuensi jangka panjangnya seringkali menimbulkan kekhawatiran bagi pengguna.
Efek Samping Obat Insomnia bagi Kesehatan Tubuh
Obat insomnia merupakan solusi praktis bagi penderita gangguan tidur. Namun, sayangnya masih banyak yang belum menyadari bahaya di balik konsumsi obat tidur tersebut.
Bahaya Obat Tidur Secara Umum
Obat tidur memang dapat membantu seseorang untuk tertidur nyenyak. Namun, pengguna harus mengetahui risiko-risiko yang mungkin ditimbulkan.
Penggunaan obat tidur umumnya dapat menimbulkan pusing. Tentunya, kondisi ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Selain itu juga memicu mulut kering dan efek mengantuk di siang hari. Kondisi ini dapat mengurangi produktivitas dan memengaruhi kinerja penderita.
Pengonsumsi obat tidur bisa mengalami mimpi yang tidak biasa. Kondisi ini disertai dengan gatal dan bengkak yang menimbulkan rasa tidak nyaman.
Efek lain yang cukup mengkhawatirkan yakni sakit kepala ringan dan pernapasan yang terasa tertekan. Kondisi ini tentunya dapat mengganggu kesehatan penderita secara keseluruhan.
Efek Jangka Panjang Obat Insomnia
Meskipun memberikan solusi sementara, efek samping obat insomnia dalam jangka panjang tidak boleh diabaikan. Misalnya, kecanduan obat.
Penggunaan obat secara teratur dengan jangka waktu lama, dapat membuat otak dan tubuh menjadi terbiasa.
Penggunaan obat tidur dalam jangka panjang dapat menyebabkan peningkatan dosis yang diperlukan untuk mencapai efek yang sama. Hal ini dapat menjadi risiko serius jika tidak ditangani dengan baik.
Efek jangka panjang obat tidur dapat memicu turunnya keefektifitasan obat tidur. Hal ini bisa membuat tubuh menjadi lebih toleran terhadap obat tersebut. Akibatnya, dosis yang semula memberikan manfaat, menjadi kurang efektif bagi pengguna.
Di samping itu, obat insomnia juga dapat menimbulkan gangguan kognitif. Gangguan kognitif merupakan penurunan fungsi otak yang memengaruhi cara berpikir, nalar, memahami informasi, mengingat, memecahkan masalah, serta mengambil keputusan.
Gangguan kognitif menimbulkan beberapa efek samping seperti, kesulitan mengingat dan tingkat konsentrasi yang buruk. Tentunya hal ini dapat memengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari.
Obat insomnia dalam jangka panjang juga dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti, sakit kepala, pusing, perubahan nafsu makan, dan masalah pencernaan. Dalam beberapa kasus, kondisi ini mengakibatkan rasa kantuk berlebihan dan rasa lelah secara konstan.
Parahnya, penggunaan obat tidur dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah serius yakni, gangguan psikologis. Gangguan ini dapat berupa depresi dan kecemasan. Kondisi demikian memicu timbulnya gangguan mental pada pengguna.
Efek Samping Parasomnia yang Lebih Berbahaya
Beberapa obat tidur dapat memberikan efek samping parasomnia yang sangat berbahaya. Parasomnia sendiri merupakan sebuah gangguan pada perilaku yang tidak bisa dikendalikan. Selama mengalami parasomnia, penderita tidak akan menyadari apa yang sedang terjadi.
Umumnya parasomnia terjadi saat fase tertidur lelap. Setelah terbangun, pengguna tidak akan menyadari terkait berbagai perilaku yang muncul saat tertidur.
Berikut beberapa jenis parasomnia yang sering terjadi.
1. Tidur Sambil Berjalan
Efek samping obat insomnia dapat memicu pengguna untuk tidur sambil berjalan. Kondisi ini merupakan gangguan parasomnia yang sering disebut somnambulisme.
Somnambulisme adalah gangguan tidur dimana seseorang berjalan atau melakukan aktivitas lainnya saat masih tertidur. Kendati demikian, penderita tetap merespon dengan baik ketika fase ini terjadi.
2. Confusional Arousal
Efek obat insomnia selanjutnya yakni confusional arousal. Kondisi ini menimbulkan penderita kebingungan setelah bangun tidur. Ketika fase ini terjadi, pengguna akan berfikir sangat lama untuk mengenali keadaan di sekitar.
Penderita confusional arousal seringkali dimulai dengan posisi duduk atau berdiri di ranjang dengan mata terbuka, sambil melihat sekeliling. Penderita terlihat sudah bangun dari tidurnya. Kendati demikian, pasien sulit diajak berkomunikasi secara efektif.
Perilaku confusional arousal dapat meliputi berbicara lambat, memberikan respon lambat, berpikir dengan bingung, serta mendadak lupa terhadap sesuatu. Biasanya penderita confusional arousal berpotensi mengalami jantung berdetak cepat hingga napas tak beraturan.
3. Sleep Paralysis
Bahaya penggunaan obat tidur dapat menimbulkan sleep paralysis. Gangguan ini merupakan kondisi dimana tubuh kehilangan kendali otot-otot, baik saat tertidur maupun saat bangun tidur.
Biasanya sleep paralysis terjadi ketika memasuki REM sleep (rapid eye movement) yaitu fase sedang tidur lelap hingga bermimpi. Pada fase REM, otot-otot di dalam tubuh akan rileks, sehingga sulit untuk bergerak sebelum bangun secara sepenuhnya.
Masyarakat luas sering menyalah artikan sleep paralysis sebagai ketindihan makhluk halus. Padahal, kondisi ini merupakan gangguan medis yang kesulitan menggerakkan anggota tubuh baik setelah tertidur atau saat terbangun. Biasanya penderita sleep paralysis mengalami gangguan ini beberapa kali dalam sekali tidur.
4. Exploding Head Syndrome (EHS)
Efek samping obat insomnia dapat memicu Exploding Head Syndrome. EHS merupakan gangguan tidur dimana penderita seperti mendengar suara keras. Biasaya, suara keras yang dirasakan seperti ledakan atau tembakan saat sedang tertidur atau terbangun.
Penderita EHS akan terbangun dengan rasa takut. Hal tersebut dikarenakan suara yang terdengar terasa sangat nyata. Gangguan ini bisa membuat seseorang merasa seolah-olah melihat kilatan cahaya.
Secara fisik, exploding head syndrome (EHS) tidak membahayakan bagi tubuh. Namun kondisi ini dapat menimbulkan rasa takut atau kecemasan yang berlebihan.
Penderita EHS, biasanya disarankan dokter untuk melakukan pemeriksaan Polysomnography (PSG) atau sleep study. PSG adalah alat yang digunakan untuk memetakan siklus tidur seseorang.
Polysomnography dapat merekam gelombang otak, denyut jantung, pola pernapasan, dan kadar oksigen dalam darah. Selain itu, PSG juga memantau gerakan dada, mata, tangan, kaki, serta suara-suara yang dihasilkan selama tidur.
5. Bruksisme
Risiko obat tidur dapat memicu bruksisme. Kondisi ini merupakan gangguan parasomnia, dimana penderita tidak sadar menggertakkan gigi saat tertidur. Umumnya, bruksisme dilakukan beberapa kali saat tidur dengan durasi beberapa detik.
Gangguan ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada otot gigi dan rahang. Selain itu, kondisi ini bisa memicu luka pada gusi. Akibatnya, rasa sakit dan iritasi pun sering terjadi.
Kondisi bruksisme dapat diatasi dengan penggunaan alat mouth guard atau mouth splint. Alat ini digunakan dengan cara memasukkannya ke dalam mulut sebelum tidur. Hal ini dapat melindungi gigi, otot, dan sendi temporomandibular pada penderita bruksisme.
Ada beberapa cara yang dapat memberikan solusi bagi penderita insomnia. Salah satunya yakni penggunaan kasur berbahan latex. Penggunaan latex untuk alas tidur dapat memberikan kenyamanan dan memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh.
Selain itu, penderita insomnia dapat menciptakan jadwal pola hidup sehat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan olahraga secara teratur, tidak mengkonsumsi alkohol, serta mengurangi asupan kafein.
Efek samping obat insomnia dapat membahayakan tubuh, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, penggunaan obat tidur harus dilakukan dengan hati-hati dan di bawah pengawasan medis.